BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah
telah memberikan dorongan kepada manusia untuk memikirkan alam semesta,
mengadakan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, merenungkan keindahan
ciptaannya dan mengungkap hukum- hukum nya di alam semesta ini.
Manusia
sebagai kholifah di bumi dengan akal budi dan ilmu pengetahuan yang di ajarkan
Allah dan dari semua manusia, manusia di tuntut untuk mampu menciptakan piranti
kehidupannya. Dengan karunia Allah dan akal budi serta cipta rasa dan karsa,
manusia mampu menghasilkan kebudayaannya.Dari hasil- hasil budaya manusia itu
dapat di bagi menjadi dua macam:
1. Kebudayaan jasmaniah (kebudayaan
fisik) yang meliputi benda- benda ciptaan manusia, misalnya alat- alat
perlengkapan hidup.
2. Kebudayaan rohaniah ( nonmaterial)
yaitu semua hasil ciptaan manusia yang tidak dapat di raba atau di lihat,
seperti bahasa, seni, religi, ilmu pengetahuan.
Banten sebagai komunitas kultural
mempunyai kebudayaannya sendiri yang di tampilkan lewat unsur- unsur
kebudayaan. Kebudayaan suatu daerah merupakan identitas bagi daerah tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kehidupan di Banten ?
2.
Bagaimana kebudayaan di Banten ?
3.
Seperti apa kehidupan di Banten ?
C.
Tujuan
Penulisan
Dapat mengetahui bagaimana kebudayaan dan adat istiadat
di Provinsi Banten.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil cipta, karsa, dan rasa
manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidu-pannya dengan cara belajar yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Terdapat
tujuh unsur kebudayaan sebagai cultural universal yang didapatkan pada
semua bangsa di dunia, antara lain :
1. Bahasa ( lisan maupun tertulis)
2. Sistem teknologi ( peralatan dan
perlengkapan hidupmanusia)
3. Sistem mata pencarian (mata
pencarian hidup dan Sistem ekonomi)
4. Organisasi social ( sistem
kemasyarakatan )
5. System pengetahuan
6. Religi
B.
Sejarah Banten
Banten adalah sebuah provinsi diPulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya
merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak
tahun 2000, dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000.
Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang.
Banten pada masa lalu merupakan daerah dengan kota pelabuhan yang
sangat ramai serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad
ke 5 merupakan bagian dari kerajaan Tarumanegara yang beragama hindu,.
Namun setelah runtuhnya kerajaan Tarumanegara maka di lanjutkan oleh kerajaan sunda.
Lalu Maulana Hasanuddin mendirikan kesultanan Banten.
C.
Budaya Masyarakat Banten
a. Budaya dan Nilai
Sebagian besar anggota masyarakat memeluk agama Islam dengan semangat religius yang tinggi, tetapi
pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai.Potensi dan kekhasan
budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri Pencak silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari
Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor. Di samping itu juga terdapat peninggalan
warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang,
dan masih banyak peninggalan lainnya.
Di Provinsi Banten terdapat Suku Baduy. Suku Baduy Dalam
merupakan suku asli Sunda Banten yang masih
menjaga tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup
lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng
seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan
masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan
Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang,
yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
b. Bahasa
Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan
dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut
dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki
beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang
pertama tercipta pada masa Kesultanan Mataram menguasai Priangan (bagian tenggara
Provinsi Jawa Barat). Namun demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglangmenggunakan Bahasa Sunda Campuran
Sunda Kuno, Sunda Modern dan Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik
Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh
pendatang beretnis Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi,
bahasa Indonesia juga digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain
Indonesia.
c. Senjata tradisional
Golok adalah senjata
tradisional di Banten.
d.
Rumah adat
Desain Bentuk Rumah Adat Banten dan
Penjelasannya: Rumah Adat Banten yang disebut juga Rumah Baduy memiliki
desain bentuk menyerupai rumah panggung, rumah tradisional ini mengadopsi
desain arsitektur vernakular. Desain Bentuk dan gaya bangunan Rumah Adat Orang Baduy ini sangat sederhana, dibangun
berdasarkan naluri sebagai manusia dimana manusia tersebut membutuhkan tempat
berlindung baik dari gangguan alam maupun gangguan dari binatang buas. Kesan
sederhana Rumah Adat Suku Baduy tersebut tersirat dalam penataan
eksterior maupun interiornya.
Desain Bentuk Rumah Adat Banten dan
Penjelasannya : seperti halnya rumah adat lainnya, rumah adat Banten juga
terbagi menjadi beberapa ruangan. Rumah Adat Suku Baduy ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
bagian depan dikenal dengan sebutan Sosoro, bagian tengah dan bagian dapur atau
bagian belakang. Bagian Sosoro digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu,
tamu sangat dilarang untuk memasuki bagian tengah, karena menurut kepercayaan
suku disana orang luar selalu membawa pengaruh buruk. Bila ada tamu yang ingin
menginap maka akan diantarkan ke rumah kepala adat. Bagian dapur atau bagian
belakang, merupakan wilayah untuk memasak. Lantai yang terbuat dari bambu
ditimbun dengan tanah agar api tidak membakar lantai rumah.Rumah adatnya adalah rumah panggung yang beratapkan daun
atap dan lantainya dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah.
Sedangkan dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung
adalah batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya
makin mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah
adat ini masih banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang
Baduy.Arsitektur rumah adat
mengandung filosofi kehidupan keluarga, aturan tabu, dan nilai-nilai privasi,
yang dituangkan dalam bentuk ruangan paralel dengan atap panggung, dan
tiang-tiang penyanggah tertentu. Filosofi itu telah berubah menjadi keindahan
fisik sehingga arsitekturnya hanya bermakna estetik.
e.
Pakaian Adat Banten
1. Pakaian
Adat Panganten Sesuai dengan namanya, pakaian adat Panganten hanya digunakan
oleh para mempelai ketika acara resepsi pernikahan. Dari motif dan desainnya,
pakaian ini sebetulnya sangat mirip dengan pakaian pengantin ada Sunda. Untuk
para pria, pakaian penganten dikenakan dengan perlengkapan antara lain baju
koko dengan kerah sebagai atasan, kain samping atau batik khas Banten sebagai
bawahan, penutup kepala, sabuk dari kain batik dengan motif sama, selop, serta
sebilah parang, golok, atau keris sebagai pelengkapnya. Adapun untuk para mempelai
wanita, pakaian adat Banten khusus upacara pernikahan yang dikenakan berupa
baju kebaya sebagai atasan, kain samping atau batik sebagai bawahan, selendang
yang diselempangkan ke bahu, serta hiasan di kepala berupa kembang goyang ber-warna keemasan dan
rangkaian bunga melati yang diselipkan di sanggulnya.
2. Baju
Pangsi Baju pangsi bukan hanya dikenal dalam kebudayaan masyarakat Sunda
sebagai pakaian adat Jawa Barat. Baju khusus keseharian ini juga biasa
dikenakan oleh masyarakat Banten. Dipadukan dengan celana komprang, baju pangsi
juga kerap dipakai dalam latihan silat tradisional atau debus yang kerap
digelar oleh masyarakat adat Banten.
3.
Pakaian Adat Baduy Suku
Baduy sering dianggap sebagai suku asli masyarakat Banten.
Suku ini memegang erat hukum adat
dan menutup diri dari masyarakat luar dan kemajuan teknologi yang saat ini
semakin pesat. Kendati begitu, dari sisi penerimaannya terhadap masyarakat
luar, suku Baduy sendiri dibagi menjadi 2, yaitu suku Baduy Dalam yang sama
sekali tidak mau berinteraksi dengan masyarakat luar, dan suku Baduy Luar yang
masih mau berinteraksi tapi dengan batas-batas tertentu. Dalam hal pakaian
adat, kedua jenis suku Baduy ini juga memiliki perbedaan mencolok. a. Pakaian
adat Baduy Dalam Suku Baduy Dalam cenderung menggunakan pakaian dengan warna
putih polos yang mereka sebut dengan nama Jamang Sangsang. Nama tersebut sesuai
dengan bagaimana cara baju tersebut digunakan. Baju Jamang Sangsang digunakan
dengan cara disangsangkan atau digantungkan di badan. Baju ini hanya memliki
lubang di bagian lengan dan leher tanpa kerah. Selain itu, baju ini juga tidak
dilengkapi dengan kancing atau saku dan hanya dijahit menggunakan tangan. Bahan
yang digunakannya pun harus dibuat dari pintalan kapas asli yang diperoleh dari
hutan. Sebagai bawahan, orang-orang Baduy Dalam mengenakan sarung warna hitam
atau biru tua yang dililit dipinggang. Tak lupa ikat kepala dari kain putih
juga dikenakan sebagai pembatas rambut yang biasanya terurai panjang.
Penggunaan warna putih pada pakaian adat Baduy dalam memiliki makna bahwa
mereka masih suci dan belum dipengaruhi budaya luar yang cenderung merusak
moral. Pakaian Adat Baduy b. Pakaian adat Baduy Luar masyarakat adat Baduy Luar
lebih sering mengenakan pakaian adat berwarna hitam. Karena warnanya itu, baju
ini diberi nama baju kampret (baju kelelawar). Desain baju adat Banten ini
cenderung lebih dinamis. Kita bisa menemukan jahitan mesin, kancing, kantong,
selain itu bahan yang digunakan juga tidak terpaku harus berupa kapas murni.
Ciri khas lain yang dimiliki pakaian adat Baduy Luar adalah adanya ikat kepala
warna biru tua bercorak batik. Nah, demikianlah pemaparan sekilas yang dapat
kami sampaikan tentang pakaian adat Banten dan penjelasannya. Informasi dan
referensi yang terbatas membuat artikel ini sebetulnya kami rasa kurang
lengkap. Akan tetapi, semoga hal ini tidak membatasi keinginan kita untuk dapat
terus mengenal dan melestarikan kebudayaan Banten dan budaya suku-suku lainnya
di Indonesia.
f.
Tradisi masyarakat
Tradisi masyarakat Banten pada umumnya berhubungan dengan
keaganmaan . tradisi yang sudah sering kita lihat pada masyarakat banten yang
masih bertahan hingga sekarang antara lain :
1. Peringatan maulid nabi
2. Memperingati 7 hari meninggalnya kerabat
3. Memperingati 40 hari meninggalnya kerabat
4. Arak- arakan saat sahur ramadhan
5. Khaulan
6. Dan lain- lain
g. Kesenian
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk
menciptakan dan melahirkan hal-hal yang bernilai indah. Ukuran keindahannya
tergantung pada kebudayaan setempat, karena kesenian sebagai salah satu unsur
kebudayaan. Dari segi macam-macamnya, kesenian itu terdapat banyak macamnya,
dari yang bersumber pada keindahan suara dan pandangan sampai pada perasaan,
bahkan mungkin menyentuh spiritual.
Ada tanda-tanda kesenian Banten itu merupakan kesenian peninggalan
sebelum Islam dan dipadu atau diwarnai dengan agama Islam. Misalnya arsitektur
mesjid dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi Iman, Islam, Ihsan, atau
Syari’at, tharekat, hakekat. Arsitektur seperti ini berlaku di seluruh masjid
di Banten. Kemudian ada kecenderungan berubah menjadi bentuk kubah, dan mungkin
pada bentuk apa lagi, tapi yang nampak ada kecenderungan lepas dari simbolisasi
agama melainkan pada seni itu sendiri.
Mengenai kesenian lain, ada pula yang teridentifikasi kesenian
lama (dulu) yang belum berubah, kecuali mungkin kemasannya. Kesenian-kesenian
dimaksud ialah:
1.
Seni Debus Surosowan
2.
Seni Debus Pusaka Banten
3.
Seni Rudat
4.
Seni Terbang Gede
5.
Seni Patingtung
6.
Seni Wayang Golek
7.
Seni Saman
8.
Seni Sulap-Kebatinan
9.
Seni Angklung Buhun
10.
Seni Beluk
11.
Seni Wawacan Syekh
12.
Seni Mawalan
13.
Seni Kasidahan
14. Seni Gambus
15. Seni Reog
16. Seni Calung
17. Seni Marhaban
18. Seni Dzikir Mulud
19. Seni Terbang
Genjring
20. Seni Bendrong Lesung
21. Seni Gacle
22. Seni Buka Pintu
23. Seni Wayang Kulit
24. Seni Tari Wewe
25.Seni Adu Bedug
26.Dan lain-lain
Kesenian-kesenian tersebut masih tetap ada, mungkin belum berubah
kecuali kemasan-kemasannya, misalnya pada kesenian kasidah dan gambus.
Relevansi kesenian tradisional ini mungkin, jika berkenaan dengan obyek kajian
penelitian maka yang diperlukan adalah orsinilitasnya. Tetapi jika untuk
kepentingan pariwisata maka perlu kemasan yang menarik tanpa menghilangkan
substansinya.
Walaupun mungkin, secara umum kesenian-kesenian tersebut akan tunduk
pada hukum perubahan sehubungan dengan pengaruh kebudayaan lain. Mungkin karena
tidak diminati yang artinya tidak ada pendukung pada kesenian itu, bisa jadi
lama atau tidak, akan punah. Karena itu, mengenai kesenian yang tidak boleh
lepas dari nilai-nilai Kebudayaan Banten, bisa jadi atau malah harus ada
perubahan kemasan.
D.
Perubahan
kebudayaan
Masyarakat dan kebudayaan di manapun selalu dalam keadaan berubah,
sekalipun masyarakat dan kebudayaan primitif yang terisolasi jauh dari berbagai
perhubungan dngan masyarakat yang lain. Perubahan ini, selain karena jumlah
penduduk dan komposisinya , juga karena adanya difusi kebudayaan, penemuan-
penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.Difusi kebudayaan adalah
persebaran unsur- unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain di muka
bumi, yang di bawa oleh kelompok- kelompok manusia yang bermigrasi.Yang sangat disayangkan keberadaan
debus makin lama kian berkurang, dikarenakan para pemuda lebih suka mencari
mata pencaharian yang lain. Dan karena memang atraksi ini juga cukup berbahaya
untuk dilakukan, karena tidak jarang banyak pemain debus yang celaka karena
kurang latihan maupun ada yang “jahil” dengan pertunjukan yang mereka lakukan.
Sehingga semakin lama warisan budaya ini semakin punah. Dahulu kita bisa
menyaksikan atraksi debus ini dibanyak wilayah banten, tapi sekarang atraksi
debus hanya ada pada saat event – event tertentu. Jadi tidak setiap hari kita
dapat melihat atraksi ini. Warisan budaya, yang makinlama makin tergerus oleh
perubahan jaman.
Masyarakat
Banten merupakan masyarakat yang mempunyai budaya ketimuran. Namun saat ini
sudah mulai bercampur dengan budaya barat, terutama cara berpakaian pria dan
wanitanya, juga mata pencaharian dan peralatan sehari- hari yang mereka
gunakan. Hal tersebut karena sudah berkembangnya teknologi informasi di dunia,
maka masyarakat banten berusaha untuk tidak tertinggal oleh zaman.
Adapun
gangguan- gangguan moral yang di timbulkan oleh moralitas modern di Indonesia,
terutama di tanah Banten antara lain :
1. Munculnya night life ( kehidupan
malam )
2. Beauty contess yang memperdagangkan
keluwesan dan kecantikan tubuh wanita sebagai hiburan.
3. Pornografi
4. Homoseksualisme dan lesbianisme
5. Mode pakaian, khususnya bagi kaum
wanita. Mode pakaian wanita semakin “mini” dan menonjolkan keindahan tubuh
wanita. Bukan lagi berfungsi untuk menutup aurat.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Banten sebagai komunitas kutural memang mempunyai kebudayaannya
sendiri yang ditampilkan lewat unsur-unsur kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur
kebudayaan itu, masing-masing unsur berbeda pada tingkat perkembangan dan
perubahannya. Karena itu terhadap unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan
bertahan, harus didorong pula bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar (kulturisasi)
dalam pemahaman dan penularan kebudayaan.
Kalau boleh dikatakan, menangkap deskripsi budaya Banten adalah
upaya yang harus serius, kalau tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu
kebudayaan sama artinya dengan lenyapnya identitas. Hidup tanpa identitas berarti
berpindah pada identitas lain dengan menyengsarakan identitas semula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar